Dibalik Cermin

Baru pulang?

Lama juga Coba kulihat Lumayan banyak luka Asli, babak belur Lebih parah dari pulang sebelumnya Sekeras apa kau berjuang kali ini? Segila apa yang sudah kau lakukan untuk membuatnya bertahan? Aku penasaran apa yang kau lakukan di luar sana Aku hanya bisa menerima kepulanganmu Dan aku benci, setiap kali pulang kau selalu dalam keadaan patah begini Senangmu kau jual habis kemana? Sehingga tak bersisa sedikit pun untuk kau bawa pulang? Kau tahu, aku mulai rindu tertawa Tertawa yang benar-benar tertawa Tersenyum yang memang benar-benar dari hati Merindu yang tanpa luka Mencinta yang berbalas dicinta Aku sungguh ingin melihatmu tertawa lagi Sebab hanya itu caranya agar aku bisa ikut tertawa Sini, kuobati Tahan sakitnya Terima perihnya Ini tak seberapa daripada harus memendam Bukankah kau sendiri yang bilang, memendam adalah penundaan untuk sakit yang lebih nyeri Tak pernah benar-benar selesai Mustahil mencapai kata rampung Mau menangis? Menangislah! Lagian cuma aku yang melihat Kau tak perlu sungkan Sampai kapan pun, aku akan tetap menerima kepulanganmu yang bodoh ini dengan tangan terbuka lebar Sampai kapan pun, tangismu takkan pernah menjadi hina Sampai kapan pun, teriakanmu takkan pernah memekakkan telinga Sampai kapan pun, aku akan tetap mengobati seikhlas hati Sebab ketika kau luka, aku juga Sebab ketika kau sembuh, aku juga Sebab ketika kau tertawa, aku juga Sebab ketika kau mati, aku juga Tegarlah! Walau aku tak melihat apa yang kau lakukan di luar sana Aku berani bersaksi di hadapan semesta Kau tak pernah setengah-setengah soal perasaan Bahwa kau, sudah berjuang semampumu, sekerasmu, sepenuh-penuhnya dayamu. Di balik cermin, Medan, Mei 2020 @johan.lubis18

Komentar